Sepotong Episode Mencari Sepotong Hati dan Sepotong Roti

Gaduh, riuh, ramai, bergemuruh di dada

Meski di tengah sepi sendiri dalam kesunyian

Ku melangkah bersama seorang kawan keluar di tengah keramaian

Seperti perintah untuk melakukan perjalanan

Melihat gunung-gunung dan lautan, keindahan langit, bulan dan bintang

Hanya untuk merenungi tanda-tanda kebesaran Tuhan

Dan itulah keberuntungan yang diperoleh bagi orang-orang yang berpikir dan berakal

Hening melihat lampu-lampu yang bersinar

Sepi terdengar raungan klakson, mesin motor, dan manusia-manusia yang berlalu lalang

Aku terdiam, sepotong hati kutemukan dalam keramaian

Belenggu yang menggaduh serasa hilang ditelan hiruk pikuk kegelapan

Lepas, bebas, termenung duduk menikmati suasana malam

Menunggu sepotong roti bakar yang dipesan

…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Sepotong Hati Suntea Sun, 2 April 2013

dengan mudahnya…

sesuatu yang kuperjuangkan bertahun-tahun dengan mudahnya aku melepasnya
sesuatu yang pernah menjadi bagian hidupku, dengan mudah aku melupakannya
sesuatu yang pernah kucintai segenap jiwaku, dengan mudah kumenyerahkannya
sesuatu yang berharga dan diperebutkan sekumpulan manusia, aku sudah tak menginginkannya
meski belum terlihat ujung sekarang, detik ini ada senyum kebebasan jiwa
perjalanan mencari cahaya…
dan aku telah memutuskan, tak menyesal

*hidup mengarah dengan mudahnya Suntea Sun

Letakkan di Tangan, Bukan di Hati

roda kehidupan terus berputar mengikuti kehendak

adakalanya di atas, adakalanya di bawah

ia bisa menghinakan, bisa juga ia memuliakan

membawa kesedihan, juga membawa kebahagiaan

atau bahkan menghilangkan rasa…

tiada batas antara suka dan duka, tangis dan tawa

dunia…

ia adalah permainan, tapi tak main-main

janganlah terlalu sedih atau pula terlalu senang karenanya

jika tidak ingin membuat banyak luka

karena ia hanya sebuah masa perjalanan sementara

perjalanan pada kehidupan sebenarnya, menuju Rabb kita

menempa dan menguji siapa dirimu sebenarnya

maka nikmatilah, ambil hikmah dan belajarlah dari setiap episodenya

dan cukup letakkan ia di tangan bukan di hati

…………………………………………………………………………………………….

Tadzkirah pagi Santi Shalihah
Jurangbelimbing, 29 Mei 2013

Mencintai

Cinta…topik yang tak habis-habisnya dikupas dan dibahas. Sebagian besar manusia paling suka untuk membicarakannya. Entah ada apa dengannya. Semua media pun berisi sinetron, iklan, dsb lebih banyak bertemakan tentang cinta. Seolah semua orang mengistimewakannya atau bahkan mendewakannya.

Jatuh cinta mungkin bisa berkali-kali karena ia hanya sebuah rasa.
Ia sama halnya dengan rasa fitrah manusia yang lainnya yaitu sedih, gembira, suka, benci, tangis duka, tawa bahagia bahkan gundah gulana.
Rasa manusia datang dan pergi silih berganti seiring dengan masanya.
Dan rasa hilang jika sudah tahu sempitnya sangkar.
Bukan maksud menafikkan rasa, karena hidup pun tak bisa tanpanya.

Sedangkan mencintai adalah sebuah tindakan yang memiliki konsekuensi yaitu memberi, berbagi, berkorban, dan mengabdi yang hanya bisa dilakukan dalam ikatan mitsaqan ghaliza.

Dan jagalah sepotong hati itu hingga disatukan bersama dengan shahabat yang telah tertuliskan. Dan bangunlah cinta, cintailah sepenuh hati siapa pun yang menjadi pasangan dalam sebuah bahtera yang suci.

Umar radhiallahu’anhu menasihati seseorang yang hendak menceraikan istrinya, ‘Mengapa kau ingin menceraikan istrimu?’. Dia menjawab,’Karena aku sudah tak mencintainya.’ Maka Umar berkata,’Apakah rumah tangga harus dibangun dengan cinta? Kalau memang begitu manakah pentingnya merawat cinta dan menahan kebencian?’

‘Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.’ [Yahya bin Mu’az]

‘…Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering.’ [HR.Tirmidzi]

“Rabbana hablana miladunka zaujan thayyiban wayakuna shahiban lii fiddini waddunya wal akhirah”

……………………………

Jurangbelimbing, 4 Juni 2013

di kala menunggu keputusan, masa, dan orang yang terbaik yang tepat dan tak tergantikan…

meski dalam rasa sakit, berpenyakit…semoga sisa akal sehatku masih mengendali…

Lurus dan Bening Nasihat

RINGKASAN NASIHAT AKHIR DAUROH ASATIDZAH & DU’AT AHLUS SUNNAH BERSAMA ASY-SYAIKH UTSMAN AS-SAALIMI HAFIZHAHULLAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

1) Bertakwalah takwa kepada Allah ta’ala dan takutlah kepada-Nya, sesungguhnya hal itu akan mendorongmu untuk senantiasa taat dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.

2) Bertakwalah kepada Allah ta’ala dalam menjaga ukhuwah, karena ukhuwah termasuk pondasi agama.

3) Apabila ada seorang da’i Ahlus Sunnah yang datang ke daerah kita untuk berdakwah hendaklah kita membantunya, dan tidak disyaratkan kepadanya untuk meminta izin kepada kita, tapi hendaklah kita membantunya dan mengumpulkan manusia untuk mendengarkan ceramahnya. Dan datangnya dia ke daerah kita hakikatnya adalah pertolongan terhadap dakwah kita. Syaikh Muqbil rahimahullah, apabila datang salah seorang da’i ke salah satu masjid di kota Sho’adah maka beliau sangat senang dan mengumpulkan manusia untuk menghadiri kajiannya. Ahlus Sunnah ghuroba’, jumlah da’i sangat sedikit, mereka sangat dubutuhkan.

4) Menghadapi berbagai makar musuh dakwah membutuhkan kesabaran dan senantiasa berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dan bermusyawarah dengan ahlul ‘ilmi.

5) Memperbanyak dan menyibukkan diri dengan ibadah, karena ibadah adalah pondasi keselamatan. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalah Shahih beliau dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا ويمسي مؤمنا ويصبح كافرا يبيع دينه بعرض من الدنيا

“Bersegerah melakukan amalan-amalan sebelum datang fitnah-fitnah bagaikan potongan-potongan malam yang kelam, pagi harinya seseorang mukmin sore harinya kafir, sore harinya mukmin pagi harinya kafir, ia menjual agamanya dengan sedikit kenikmatan dunia.” [HR. Muslim]

6) Fitnah (cobaan) terkadang dalam bentuk harta, kenikmatan dunia, kehormatan, kedududukan dan wanita. Tidak boleh merasa aman dari fitnah-fitnah ini, terutama fitnah wanita, jangan merasa aman darinya meskipun ahli ibadah, banyak yang telah terjatuh dalam fitnah ini, bahkan –wal’iyadzubiLlaah- ada yang terjatuh dalam hubungan sejenis. AlhamduliLlaah Ahlus Sunnah berada di atas kebaikan, jauh dari fitnah ini, akan tetapi tetap harus berhati-hati darinya.

7) Fitnah harta, berhati-hatilah darinya, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لكل أمة فتنة وفتنة أمتي المال

“Setiap umat memiliki fitnah (cobaan), dan fitnah umatku adalah harta.” Janganlah kamu memakan yang haram, seperti yang dilakukan oleh ulama dan ahli ibadah Yahudi. Berhati-hatilah dengan amanah berupa harta kaum muslimin yang dititipkan kepadamu.

Termasuk perkara penting, hendaklah memperhatikan ilmu-ilmu syar’i, jangan menyibukkan diri dengan membantah ahlul bid’ah dan diskusi tentang mereka siang dan malam, inilah yang menyia-nyiakan waktu sebagian pemuda –hadaahumuLlaah-.

9) Janganlah engkau pergi jauh-jauh berdakwah hanya untuk mentahdzir fulan dan fulan selama dua atau tiga hari, tidak ada ilmu yang engkau sampaikan tentang tiga landasan utama agama (tsalatsatul ushul), atau sebagian masalah fiqh, atau kitab Al-Aqidah Al-Washithiyah, atau kitab Lum’atul I’tiqod, atau Tafsir Juz ‘Amma. Inilah yang paling penting engkau ajarkan, dan mungkin engkau mentahdzir dari kelompok sesat tertentu sekitar seperempat jam, adapun menjadikan isi dauroh seluruhnya atau sebagian besarnya untuk mentahdzir firqoh tertentu, padahal masih banyak masalah-masalah ilmu agama yang lebih dibutuhkan untuk diajarkan, maka ini termasuk sebab kemunduran (dari ilmu).

10) Syaikh Muqbil rahimahullah pernah keluar berdakwah ke Shon’a dan beliau mengatakan kepada hadirin untuk tidak bertanya tentang hizbiyin, tidak pula tentang Ikhwanul Muslimin, hal itu juga demi agar tidak lebih menguatkan tuduhan hizbiyun bahwa Ahlus Sunnah kerjaannya hanya berbicara tentang fulan dan fulan.

11) Jika engkau berdakwah di suatu kota, atau kampung, atau masjid tertentu, maka sibukkan dengan ilmu, adapun permasalahan hizbiyin maka serahkan kepada yang lebih berilmu dalam membantah mereka, seperti Al-Akh Al-Fadhil (Al-Ustadz) Dzulqarnain dan yang lainnya hafizhahumuLlaah. Jika terdapat masalah di satu negeri bermusyawarahlah dengan beliau (Ustadz Dzulqarnain) dan juga bermusyawarahlah dengan para Masyaikh meskipun di luar negeri.

12) Dan tidak mengapa kepada para thullaabul’ilm engkau ingatkan dari prinsip-prinsip hizbiyin, adapun kepada manusia secara umum hendaklah engkau tanamkan prinsip-prinsip ilmu syar’i, inilah pelajaran manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu manhaj yang dibangun di atas dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman Salaf, engkau ajarkan Al-Qur’an, Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, kitab-kitab Sunan, Musnad Ahmad dan kitab-kitab para ulama lainnya. Tidaklah manhaj itu hanya berbicara tentang ahlul bid’ah, mentahdzir dari fulan dan fulan, bahkan yang paling utama adalah tentang agamamu, bukan tentang orang lain.

13) Al-Jarhu wat Ta’dil adalah fardhu kifayah, apabila sebagian orang telah melakukannya maka jatuhlah kewajiban itu dari sebagiannya. Dan tidaklah banyak yang melakukan jarh wa ta’dil kecuali para ulama besar, oleh karena itu para ulama kita ada yang dinamakan dengan aimmatul jarhi wat ta’dil, apakah ada penuntut ilmu pemula berbicara tentang jarh dan ta’dil!?

14) Mereka dinamakan imam-imam jarh wa ta’dil karena ketakwaan dan ilmu yang ada pada mereka. Perhatikanlah Imam besar jarh wa ta’dil: Ibnu Abi Hatim Ar-Rozi rahimahullah suatu ketika mendengarkan ucapan imam besar jar wa ta’dil lainnya yaitu: Ibnu Ma’in, beliau berkata:

إنا لنتكلم بقوم لعلهم قد وضعوا رحالهم في الجنة

“Sesungguhnya kita berbicara tentang suatu kaum, yang bisa jadi telah memiliki tempat tinggal di surga.” Maka Ibnu Abi Hatim pun gemetar, sehingga jatuh kitab yang ada dalam genggamannya. Jadi permasalahannya tidak ringan wahai Ikhwan, berbicara tentang ahlul il’mi, atau para da’i Ahlus Sunnah, atau kaum muslimin secara umum, bukan perkara ringan. Kami membenci ahlul bid’ah, akan tetapi berbicara tentang seorang muslim perlu ta’anni (kehati-hatian, jangan tergesa-gesa), tatsabbut (benar-benar memastikan), dan perlu dipelajari kapan saat yang tepat diucapkannya. Oleh karena itu Syaikh Muqbil rahimahullah melarang kebanyakan murid-muridnya untuk berbicara tentang hizbiyun, beliau mengatakan, cukuplah aku yang berbicara. Sibukkan diri kalian dengan ilmu.

15) Bersabarlah dalam menuntut ilmu dan menghadapi berbagai macam rintangannya. Tolonglah agama Allah dengan hartamu, dengan ilmumu, dengan kedudukanmu, semoga Allah ta’ala membalasmu dengan kebaikan.

[Ini adalah ringkasan secara makna, tidak sama persis 100 % dengan lafaz Syaikh. Adapun rekaman lafaz nasihat Syaikh secara lengkap insya Allah ta’aka akan diupload oleh Panitia Dauroh, dan khusus nasihat akhir Syaikh insya Allah ta’ala akan ditranskrip]

http://www.facebook.com/SofyanRuray?ref=ts&fref=ts

Bagaimana Menyikapi Orang Awam yang berbuat Bid’ah?

Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali

Kaitannya dengan orang awam yang berbuat bid’ah, Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali ditanya: Orang yang ikut-ikutan kepada pelaku bid’ah apakah mereka juga perlu kita hajr (dijauhi atau diboikot)?

Maka syaikh menjawab: Orang yang tertipu dari kalangan mereka (yakni orang yang jahil cuma ikut-ikutan) dapat kita ketahui (oo.. ini cuma ikut-ikutan). Jangan tergesa-gesa untuk mengatakan dia mubtadi’, dia sesat. Ajarkan dulu mereka dan terangkan dulu kepada mereka al haq. Karena kebanyakan mereka itu menginginkan kebaikan, sampai shufi-pun menginginkan kebaikan. Demi Allah, seandainya di sana terdapat kegiatan-kegiatan dakwah Salafy, niscaya engkau akan melihat mereka akan masuk ke dalam salafy secara berbondong-bondong ataupun perorangan. Jangan landasan yang ada pada kalian itu adalah manghajr orang, mentahdzir orang, menjauhi umat, jangan !! (tahdzir sana tahdzir sini). Hendaklah yang menjadi asas (landasan) kalian adalah hidayatunnas (memberikan petunjuk kepada manusia). memasukkan orang kepada kebaikan.

Permasalahan hajr (memboikot seseorang karena melakukan kebid’ahan) ini terkadang dipahami dengan salah. Kalau kamu menghajr orang seluruhnya lantas siapa yang akan masuk ke dalam sunnah? (Siapa yang masuk ke dalam Salafy? sana dihajr sini ditahdzir).

Wahai ikhwah sekalian, al hajr terhadap ahlul bid’ah memang dilakukan seperti di zamannya Imam Ahmad Rahimahullah dan ketika itu bumi penuh dengan Salafiyyun. Sehingga kalau Imam Ahmad Rahimahullah mengatakan, “Fulan itu adalah mubtadi’” maka gugur ia, tidak bisa bergerak (mubtadi’ tersebut) karena banyaknya salafy.

Adapun sekarang salafiyyah yang ada di Zamanmu ini seperti rambut putih di sapi yang berwarna hitam. Hendaknya yang menjadi landasan dakwah kalian adalah mengajak manusia kepada petunjuk dan menyelamatkan mereka dari kebathilan (bukannya dihajr). Tetapi ber-ramah tamahlah kalian ajak manusia, dakwahi mereka, dekati mereka dan insya Allah kalian akan banyak meraih manusia masuk ke dalam dakwah kalian.

Adapun kalau kamu gondok (cemberut ketemu orang), karena beranggapan semua manusia menyimpang padahal kamu tidak pernah menasihati mereka, tidak pernah menjelaskan sesuatu kepada mereka, ini adalah keliru, yang seperti ini menutup pintu kebaikan pada wajah manusia. Janganlah kaidah atau asas yang kalian bangun di atas dakwah itu sekedar cela sana cela sini. Al Hajr itu kalau di zamannya Imam Ahmad kalian mengatakan, “boikot dia, jauhi dia, hati-hati dari dia” mungkin satu dari ahlul bid’ah itu akan kembali kepada al haq karena terpaksa, dia akan kembali. Adapun sekarang kamu menoleh ke sana kemari tidak melihat Salafy. Orang yang melakukan satu kebid’ahan kemudian diboikot, karena dia merasa punya pengikut tidak mendengar kalian malah sudah pergi bersama pengikutnya. Maka hati-hatilah dalam perkara ini.

Hendaklah kaidah yang ada pada kalian merangkul manusia. Demi Allah mayoritas manusia itu mereka menginginkan kebaikan, mereka pergi ke masjid apa yang mereka inginkan? mereka menginginkan surga, wahai ikhwah! Mereka menginginkan kebaikan! Tetapi caranya, hendaklah cara yang kalian tempuh penuh dengan hikmah.

Demi Allah! Seandainya cara yang penuh hikmah, yang penuh dengan kasih sayang, yang kamu tidak merasa lebih tinggi darinya. Kalau orang itu merasakan kamu merasa lebih tinggi darinya maka dia tidak akan masuk kepadamu. Dia tidak menginginkan al haq dari kamu karena dia melihat kamu sombong. Akan tetapi Merendah hatilah, dakwahi mereka dengan hikmah insya Allah banyak dari manusia menjadi Salafy.

Kemudian syaikh membawakan sebuah contoh kasus:
India, tadinya kebanyakan mereka adalah khurofi, penyembah kubur, penuh dengan khurafat. Kemudian masuklah ahlul hadits, dengan membawa ilmu dan hikmah dalam dakwah. Sehingga meraih jutaan ikhwah karena hikmah dan ilmunya tadi dengan tiga-empat orang dari murid Syaikh Nadhir Hasan. Sehingga dengan dakwah mereka ini, ahli hadits yang berdakwah dengan ilmu dan hikmah, berbalik keadaan India kepala dengan kaki (180 derajat).

Kemudian salah seorang dari mereka diuji oleh Allah, datang ahli bid’ah kemudian tiba-tiba mukul dengan cangkul sampai selesai dipukuli. Perkiraan ahli bid’ah ini bahwa da’i ini meninggal (padahal tidak meninggal, cuma pingsan)

Kemudian para pengikutnya datang dan mengambil orang yang mukul ini dan dimasukkan ke penjara. Ketika da’i ini siuman (sadar dari pingsan) berkata, “Mana yang memukulku tadi, ke mana dia?” Dijawab, “Bahwa dia sudah dititipkan ke penjara” Maka dia berkata, “Selamanya dia tidak akan di penjara, saya sudah maafkan dia” Maka dijawab, “Tapi ia sudah dipenjara” Mereka tidak mau mengeluarkannya dari penjara.
Akhirnya da’i ini yang tadi pingsan dan mau mengeluarkan tapi tidak bisa, dia memberikan nafkah kepada keluarga mubtadi’ yang memukulnya tadi, karena tidak ada yang menafkahi keluarga mubtadi tadi selama dipenjara. Yang memukul ini tadi ternyata dia adalah tokoh mubtadi’ dan ketika dia bebas dari tahanan karena melihat keluarganya dinafkahi akhirnya dia menjadi seorang Salafy dan ini banyak contohnya [1]. Kemudian juga dibawakan contoh di antaranya di Sudan [2].

Yang saya inginkan tidak harus kalian itu sampai ke tingkat ini. Akan tetapi yang aku inginkan dari kalian, wahai ikhwah, adalah sedikit saja ada rasa hikmah, ada rasa lemah lembut, ada kesabaran dan ada niatan baik. Sedikit saja empat sifat ini tadi aku inginkan ada pada kalian. Hendaklah kalian memberi petunjuk kepada manusia, demi Allah dengan akhlak yag penuh hikmah dan lemah lembut manusa akan menerima dakwah kalian.

Tetapi kalau yang ada di sisi kalian itu kekerasan dan kekasaran, firman Allah Ta’ala,

لَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran: 159)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ditegur oleh Alah seperti ini. Wahai ikhwah, semoga Allah memberkahi kalian, sebagian ikhwan kita pada mereka terdapat kekerasan yang berlebihan yang mengeluarkan seseorang dari Salafy (ooh.. dia itu bukan Salafy… Maka dia gak pernah memasukkan seorangpun ke dalam salafy, bisanya ngeluarian, ngeluarin, masukinnya mana? ooh saya bagian pengeluaraan, bagian pemasukan ada lagi), ini ada sekarang…. mereka inilah disebut para pengusir !!

Hendaklah mereka bertaubat kepada Allah Azza wajalla dan memperbaiki akhlak mereka, semoga Allah memberkahi kalian dan hendaklah kalian di atas cara seperti ini, jangan yang menjadi landasan dakwah kalian adalah boikot sana boikot sini cela sana cela sini.

Pembokitan terhadap ahlul bid’ah itu disyariatkan kalau memberikan manfaat. Kalau kamu hidup di zamannya Imam Ahmad Rahimahullah maka lakukanlah hajr! Akan tetapi di zaman siapa kamu sekarang ini? Barokallahu fiikum, wajib memiliki sikap lemah lembut, penuh hikmah, dan sabar. Mendekati manusia dan menunjukkan mereka kepada kebaikan. [3]

[Dari Transkrip rekaman kajian rutin kitab yarhus Sunnah lil Imam al Barbahari yang dibawakan oleh al Ustadz Abdullah Sya’roni]

____________
Footnote:
[1] Berkata Ustadz Abdullah Sya’roni, “Diantaranya kejadian yang pernah menimpa saya di Poso, dua kali saya kena tonjokan dan satu kali kena tendangan. Seorang mubtadi’, khurofi mukul dua kali di majelis, otomatis masyarakat dan santri-santri membela saya dan seandainya saya melawanpun bisa. Tetapi sabar, dan penuh dengan hikmah, dan subhanallah dengan kejadian itu satu dusun mendukung dakwah kita.”
[2] Dahulu ada orang bernama Abul Mahjub di daerah Sudan, dialah salah seorang yang telah menyebarkan manhaj salafiyyah di Sudan. Sebelumnya orang-orang Sudan telah menyerangnya, mengungkungnya dengan mengikat kakinya, lalu dilemparkan keluar mesjid. Lalu seketika ia bangun, ia tertawa, dan tidak menampakkan kedengkian terhadap orang-orang itu, dan dia tidak membalas, atau yang selainnnya, dia hanya tersenyum dan tertawa. Bermula dari sinilah para masyaikhnya beralih ke dakwah salafiyyin.
[3] Sumber berbahasa Arab: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=133998

……………………………………………………………………………………..

Sunniy Salafy